Senin, 26 Januari 2015

Review: Written in Red oleh Anne Bishop



Judul: Written in Red
Pengarang: Anne Bishop
Bahasa: Inggris
Penerbit: Roc
Jumlah halaman:  498 hal
Terbit:  4 Maret 2014

Format : Paperback

Genre : Urban Fantasy
Series: The Others, buku #1 
Target Pembaca: Dewasa Muda

Web Pengarang: Click Here
Buy Links : Periplus ; Open Trolley ; Bookdepository ; Amazon Google Play



Sinopsis :



No one creates realms like "New York Times "bestselling author Anne Bishop. Now in a thrilling new fantasy series, enter a world inhabited by the Others, unearthly entities--vampires and shape-shifters among them--who rule the Earth and whose prey are humans. 


As a "cassandra sangue," or blood prophet, Meg Corbyn can see the future when her skin is cut--a gift that feels more like a curse. Meg's Controller keeps her enslaved so he can have full access to her visions. But when she escapes, the only safe place Meg can hide is at the Lakeside Courtyard--a business district operated by the Others. 

Shape-shifter Simon Wolfgard is reluctant to hire the stranger who inquires about the Human Liaison job. First, he senses she's keeping a secret, and second, she doesn't smell like human prey. Yet a stronger instinct propels him to give Meg the job. And when he learns the truth about Meg and that she's wanted by the government, he'll have to decide if she's worth the fight between humans and the Others that will surely follow.

 Review

"The terra indigene arent's animals who turn into humans or humans who turn into animals. They are really something unknown that learned how to change into a human shape because it suited them. They gained something from the human form, whether it was standing upright or having the convenience of fingers and thumbs just like they gained from the animal form they absorbed"


Waktu tahun 2013 yang lalu, banyak teman Goodreads saya, terutama yang fans genre fantasy memuja-muji buku pertama dari serial baru karya Anne Bishop, Written in Red. Sebelumnya, saya sudah direkomendasi sama salah satu teman GRI Malang, Idan, untuk baca karya Anne Bishop yang lain yaitu Daughter of Blood. Kata dia, saya pasti suka karena ada BDSMnya, yang langsung saya bales "bukannya itu kesukaanmu ya? :))". Berbeda dengan Daughter of Blood yang murni dark fantasy, Written in Red ini bergenre urban fantasy (UF) dan sebenarnya beberapa element di dalamnya sangat familiar bagi saya yang sudah kenyang baca buku UF. Ditambah dengan hype yang sangat tinggi, membuat saya cukup sangsi untuk memulai baca buku ini. Apalagi saat pertama keluar, format yang ada adalah hardcover. Kan mihil :P. Akhirnya menunggu setahun kemudian, saya beli versi mass marketnya, dan itu juga belum kebaca XD. Sampai pada Sabtu kemaren Goodreads mengadakan acara Goodreads Nathional Readathon dan saya kebetulan juga ngambil buku yang udah lama nangkring di lemari ini. Jadi, saya buang jauh - jauh keraguan saya dan mulai membaca :D
Dunia di Written in Red adalah dunia yang sama dengan bumi kita dan bernama Namid. Awal buku ini sudah dijelaskan sejarah tentang Namid, dimana Namid menciptakan banyak makhluk, salah satunya adalah manusia. Sayangnya, manusia harus survive untuk hidup di Namid, karena makhluk ciptaan Namid yang lain yaitu terra indigene alias penghuni bumi atau lebih dikenal dengan nama The Others sudah lebih dulu tinggal. Dan the Others ini menganggap manusia sebagai mangsa, daging untuk dimakan. Maka perebutan kekuasaan antara manusia dan the Others pun tak terelakkan, dengan The Others yang keluar sebagai pemenang. Manusia harus berhati - hati agar bisa bertahan hidup namun tetap saja ada beberapa yang berniat menguasai lahan yang dimiliki The Others. Untuk beberapa saat kedua pihak ini berdamai walau dalam ketakutan dan cerita pun dimulai ketika Meg Corbyn, seorang cassandra sangue, peramal yang bisa melihat masa depan dengan mengiris kulitnya sendiri sampai berdarah kabur dari tempatnya berada.

Dengan latar belakang Lakeside Courtyard yang bertempat di benua Thaisia (mungkin versi Amerikanya Namid), Meg pergi kesana karena ramalannya mengatakan dia akan tewas di Lakeside. Lakeside Courtyard sendiri adalah tempat dimana The Others berbaur dengan manusia, tentunya dengan beberapa peraturan yang kalau dilanggar maka manusia yang bersangkutan akan dimakan. Kedinginan dan tak tahu arah, Meg melamar menjadi Human Liaison yang tugasnya menyortir surat dan barang yang dikirim manusia untuk The Others. Pimpinan Lakeside, yang juga alpha kawanan Wolf, Simon Wolfgard awalnya ragu. Tapi penciumannya mengatakan kalau Meg bukan mangsa walau wanita itu menyimpan rahasia, jadi dia mengiyakan Meg menjadi Human Liaison. Tentunya dengan ancaman jika Meg berulah, wanita itu akan dimakan oleh Simon. Maka hidup Meg pun berlanjut dan perlahan - lahan dia mengambil hati para The Others yang ada di Lakeside. Bahkan beberapa dari mereka pun berteman dengan Meg, padahal The Others ini paling benci sama manusia. Cerita makin seru saat para the Others tahu kalau Meg adalah cassandra sangue, dan pemilik Meg berusaha menginfiltrasi the Courtyard, memicu serangan pada The Others. 

Seneng deh saya saat ekspektasi saya terbayar dan saya pun mengamini beberapa review yang memuji Written in Red. Walau banyak bagian yang familier, tapi Anne Bishop dengan lihai memasukkan kreatifitasnya ke dalam karyanya. Para the Others, seperti shifter Wolfgard (serigala), Hawkgard (elang), Crowgard (gagak), Beargard(beruang) yang juga spirit guide Lakeside, para vampir yang disini disebut Sanguinati, lalu ada Elemental - spirit yang mengendalikan musim dan cuaca, semuanya sebenarnya sudah terlalu awam dan banyak dipakai. Bedanya? Anne Bishop membuat mereka benar - benar sebagai monster. Beliau tidak ragu mendeskripsikan adegan saat para Wolf memakan manusia, dengan detail! Bahkan daging dari manusia yang dimakan saja ditaruh di pedagang daging lokal dan disebut "daging spesial". Saya cukup merinding saat baca ini dan ya, jangan makan saat baca adegan mereka makan manusia ya x_x. Para The Others ini kayak monster yang keluar dari film horror deh. Tapi ini juga yang saya suka, karena sudah terlalu banyak shifter yang digambarkan "jinak" atau vampire yang "vegetarian". Bishop bahkan memasukkan beberapa joke, dimana Simon yang pemilik toko buku Howling Good Reads menjual buku dengan tema "wolf as lover" atau "vampire as lover" X)).

Bukan lantas ceritanya jadi horror sih, walau tingkah laku the Others yang suka ngancam ingin makan manusia ini memang rada bikin merinding. Kekuatan buku ini ada di dunia yang dibuat Bishop dan juga karakternya. Awal buku ini sudah dilengkapi oleh glossarium yang bagi saya cukup sederhana. Glossarium ini memuat nama benua di Namid, nama kota di Thaisia dan juga nama - nama hari, dimana Minggu menjadi Earthday, Moonsday adalah Senin, Sunsday itu Selasa, Windsday berarti Rabu, Kamis dinamakan Thaisday, Jumat jadi Firesday dan Watersday adalah Sabtu. Unik ya :D. Setelah glossarium, ada peta Lakeside dan Lakeside Courtyard yang semuanya simple tapi membantu saya dalam memahami setting cerita. Seandainya ya semua buku fantasy kayak gini, semua glossarium dan peta ditaruh di awal bukannya di belakang.

Bicara tentang Written in Red, maka bicara tentang tokoh utamanya yaitu Meg yang kedatangannya mengubah para The Others. Saya melihat beberapa review yang bilang Meg itu Mary Sue, mungkin karena nyaris semua The Others sayang sama Meg dan Meg itu juga polos banget. Tapi menurut saya kepolosan dan kebaikan Meg ini yang memenangkan banyak hati The Others. Cewek itu masih takut pada The Others, tapi dia juga memperlakukan para makluk buas ini seperti temannya sendiri,salah satunya dengan mengerjakan tugasnya dengan sungguh - sungguh. Meg bahkan membuat hati Simon Wolfgard yang tegas dan keras jadi melembut dan bahkan bikin sang Alpha kebingungan dengan reaksinya pada Meg. 
Adegan favorite saya adalah saat Meg yang berusaha akrab dengan keponakan Simon, Sam, dengan menaruh tali kekang pada bocah serigala yang sudah 2 tahun tidak bisa berubah setelah ibunya meninggal. Ayah Simon, Elliot, melihat itu marah dan menampar Meg, karena mengira Meg tidak menghormati para Wolfgard. Yang mengejutkan adalah Sam lalu berubah ke wujud manusianya dan membela Meg habis - habisan, padahal sebelumnya baik Simon maupun Elliot sudah pasrah dengan keadaan Sam. Adegan ini begitu membekas di benak saya dan nyaris membuat saya menitikkan air mata karena adegan ini juga semacam point of turn di buku ini. Aneh memang, saya biasanya lebih suka membaca heroine yang kick ass di buku UF, dan Meg jelas - jelas ga kick ass. Meg itu lemah, rapuh, dan kadang bisa terlalu polos. Tapi kebaikannya membawa orang lain jadi menyayangi dia dan saya juga akhirnya bisa terhubung dengan Meg. Seperti yang Elliot katakan, tindakan Meg ke Sam itu aneh, tapi sang serigala tahu kalau Meg melakukan itu dari dalam hatinya

Yang membuat saya suka (lagi) adalah walaupun The Others digambarkan sebagai monster, ternyata mereka juga punya sisi baik, bisa berlaku seperti anak - anak dan suka bermain, apalagi permainan yang melibatkan Meg. Saya merasa jika Bishop membuat para the Others, terutama yang shifter berlaku sebagai binatang pada umumnya. Mereka itu predator dan manusia adalah mangsa mereka, tapi kita juga sering melihat bagaimana manusia bisa menaklukkan hewan buas. Meg "menaklukkan" the Others dengan kebaikannya dan juga dengan kue kukis. Siapa yang bisa menduga kalau Simon yang sangat alpha dan juga Wolfgard lain yang garang - garang itu bisa suka banget sama kukis coklat? Eh, saya sendiri juga suka banget makannya ;D.

Semua karakter penting, baik karakter utama maupun minor. Yang menarik perhatian saya selain para Wolfgard adalah Sanguinati, alias vampire. Mereka ini not your ordinary vampire, dimana mereka bisa berubah seperti asap layaknya di mitos-mitos lama dan bahkan bisa menghisap darah manusia lewat sentuhan. Apalagi yang namanya Vlad..yang wow banget deh. Para the Others lain seperti the Crows, the Hawks, the Coyote yang bernama Jester dan punya kuda poni yang merupakan piaraan para Elemental dan dinamai dengan nama jenis angin ribut juga bikin ceritanya makin kaya. Mungkin, tokoh yang paling bikin penasaran di Written in Red adalah Tess, seorang The Others yang tidak diketahui apa jenisnya. Tess ini punya rambut yang warnya bisa berubah - ubah, hijau ketika dia stress, merah ketika dia marah, dan hitam ketika bahkan the Others yang lain pun takut melihat Tess. Wujud asli Tess sangat mengerikan, karena dengan tatapannya saja dia bisa membunuh orang. Tidak ada yang tahu siapa Tess yang sebenarnya dan banyak teori tentang identitas Tess. Mulai dari Medusa, sampai dengan Phyton, monster yang melindungi Oracle di Delphi pada mitologi Yunani. Kenapa Phyton? Karena Tess tampaknya tahu banyak tentang Meg yang seorang cassandra sangue, sang peramal darah.

Dari segi romance...hmm ga banyak sih romancenya, walau asli jelas banget kelihatan kalau Meg dan Simon nantinya akan jadi pasangan. Untuk saat ini mereka masih dalam tahap berteman, Meg masih takut akan dimakan Simon sementara Simon bingung bagaimana bersikap pada Meg. Unsur sensualitasnya juga ada, walau tidak eksplisit. Sebagai cassandra sangue, setelah Meg mengiris kulitnya sendiri dan mengatakan ramalan, dia akan mengalami sebuah euphoria seksual. Tapi jika ramalan ini tidak disampaikan, maka Meg akan mengalami kesakitan yang luar biasa. Di buku ini juga dijelaskan bagaimana para manusia kadang juga berhubungan seks dengan The Others, walau tentunya tidak ada pasangan manusia dan the Others, mengingat manusia cuma mangsa. Oh ya, bukan berarti manusia jadi ga ada perannya di buku ini sih. Para polisi yang bertugas di Lakeside yaitu Lt Monty dan officer Kowalski malah sering membantu the Others, apalagi saat the Others diserang. Mereka jadi teman dan juga sekutu, meskipun tentu saja masih takut pada para terra indigene ini.

Saya bisa terus dan terus nulis apa kelebihan Written in Red. Kelemahannya mungkin ada pada awal cerita yang terasa lambat dan juga bagaimana betapa boseninnya kegiatan Meg sehari - hari. Tapi Namid yang kompleks, karakter yang semuanya berkesan dan cerita yang penuh misteri serta suspense membuat saya tidak bisa berhenti baca Written in Red sampai lupa tidur. Fantasy dan Urban Fantasy addict, this book is a must for your collection! :D


 Favorite Scene

Standing on his hind legs, Simon rested one forepaw on the table and extended the other to touch her nose. She suspected the name of this game was Plop the Hat on Meg. If her nose wasn't warm enough according to whatever criteria he was using at that moment, he would fetch the floppy fleece hat he had bought for her and make her put it on.

But she was no longer helpless or small. If she was going to be a squeaky toy for big, furry playmates, she was also going to have some say in the games. Starting now, with the choice of game.

She pulled back her head and glared at him. "If you try to touch my nose again today, I won't give you any cookies."

Simon withdrew the paw, seemed to consider that for a moment, then reached out again as if testing her.
"I mean it, Simon. No cookies for the whole day."

Nose or cookies. Hard choice. But in the end, the cookies won



Story & Sensuality  Rate

Saya memberi Written in Red ini:


Dan untuk sensualitasnya:


Ada hint untuk adegan ranjang, tapi tidak eksplisit sekali. Jadi cukup aman dibaca. Hanya adegan kekerasan ma horrornya bisa bikin rada merinding x-x

1 komentar:

  1. Entah kenapa pas baca 'makan manusia' aku jadi inget sumanto.. x)
    Btw, nais ripiuuuu mbak reeeeen.. aku tergoda untuk baca ini~
    *masukin wishlist*

    BalasHapus

Terimakasih sudah meninggalkan komen di Ren's Little Corner. Silakan untuk setuju/tidak setuju dengan review/opini saya tapi mohon disampaikan dengan sopan ya :)

Saya berhak menghapus komentar yang tidak nyambung dengan isi blog atau spamming (jangan sertakan link blog kamu/ link apapun di kolom komentar, kecuali untuk giveaway).

Komen untuk postingan yang berusia lebih dari 1 bulan otomatis akan dimoderasi.

Terimakasih sudah mau berkunjung! :D

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...